Muhammad Yunus menyatakan bahwa charity berbeda dengan social business, meskipun tujuannya sama-sama untuk sosial. Karena, social business harus melibatkan masyarakat dalam bisnisnya, tidak hanya dipraktikkan dengan memberi uang begitu saja. Pure business juga tidak dapat disamakan dengan social business.
Ini dikarenakan pure business hanya bertujuan untuk meraup profit, yang jelas berbeda dengan social business yang berdasarkan dengan ketulusan. Keuntungan yang diperoleh dalam social business harus ditujukan untuk membantu misi sosial atau untuk pengembangan usaha.
Suntikan modal dan dana adalah dua faktor yang dibutuhkan untuk membuat sebuah bisnis terus berjalan. Maka dari itu, keberlangsungan bisnis harus terus terjaga demi memastikan kontribusi sosialnya untuk terus berjalan.
Lalu, wirausaha sosial mendapatkan profit dari mana? Mari kita lihat salah satu tokoh yang menjalankan social business. Sejak tahun 1983, Yunus mendirikan sebuah lembaga keuangan yang memfokuskan usahanya dalam meminjamkan kredit untuk warga kurang mampu dan membantu usaha kecil.
Lembaga itu disebut Grameen Bank. Grameen Bank yang didirikan oleh Yunus sudah melayani hampir separuh jumlah total penduduk di Bangladesh dalam kurun waktu 30 tahun saja. Sekarang ini, lebih dari 100 negara, termasuk Amerika Serikat menerapkan model bisnis Grameen Bank.
Sosial bisnis pada umumnya tidak terlepas dari kaidah-kaidah bisnis. Sosial bisnis haruslah menerapkan strategi pemasaran dan mengelola bisnis secara professional yang harus mungkin untuk diterapkan. Selaku Vice Director Program Pascasarjana Community Enterpreneurship Universitas Trisakti, Dra. Maria C. Widiastuti, ME mengatakan bahwa untuk menarik minat investor dalam mengembangkan bisnisnya tersebut, bisnis sosial atau kewirausahaan sosial perlu menerapkan alat ukur.
SROI atau Social Return on Invesment adalah istilah yang tepat. Sesungguhnya, kita dapat menghitung manfaat sosial yang dirasakan oleh masyarakat atau suatu komunitas.
Salah satu contohnya adalah para wanita yang membatik di Desa Jeruk. Maria menjelaskan, sebelumnya para wanita itu tidak mengerti tentang manajemen bisnis maupun cara membatik. Lalu, mereka sudah dapat membuat batik sendiri, bahkan mengelola bisnis dari keterampilannya itu.
Ini adalah suatu nilai yang didapat dari sosial bisnis. Cara yang paling tepat untuk mengukur nilai tersebut adalah dengan berdiskusi dengan mereka. SROI sangat berguna dalam menghitung investasi yang akan diajukan kepada pihak investor dan diharapkan dapat dijadikan alat ukur yang dapat mempertemukan para investor dan kepentingan pelaku kewirausahaan sosial.
Seorang pakar bisnis, Rhenald Kasali mengatakan bahwa modal yang sudah dihabiskan oleh wirausaha sosial dalam misi sosialnya tidak perlu dihitung. Salah satu modal utama dalam bisnis sosial adalah panggilan hati.
Dalam berbisnis sosial, anda harus niatkan dalam hati untuk merawat masyarakat, mencintai lingkungan, peduli pada anak-anak yang kurang mampu di pedesaan, dan keinginan untuk membuat alam lebih indah.
Sesungguhnya, keputusan untuk memilih antara profit dan sosial adalah keputusan yang melawan arus. Dan, hampir tidak semua orang ingin melakukannya. Maka dari itu, orang yang terjun ke bisnis sosial disebut sebagai unreasonable people.
Seorang wirausaha sosial dapat hidup layak, meskipun tidak memprioritaskan profit murni. Bahkan, bisnis sosial tersebut dapat membesar. Pada praktiknya, bisnis sosial di Indonesia masih bagian dari pencintraan. Namun, tentu saja ada orang-orang yang tulus menjalankan bisnis sosial.
Setiap orang yang berwirausaha dapat melakukan bisnis sosial. Anda tentu bisa, jika anda mau. Tidak harus berbentuk social business. Anda bisa memiliki perusahaan komersial yang juga menjalankan corporate social responsibility, atau anda dapat memberdayakan masyarakat sebagai bagian dari bisnis anda.
0Komentar