Baca Juga : Saoraja La Pinceng, Istana Kerajaan Balusu Saksi Perjuangan Melawan Penjajah Belanda

Salah satu yang terlihat dalam pembuatan rumah panggung oleh masyarakat di Kecamatan Soppeng Riaja Desa Siddo dusun Ceppaga yang masih dilakukan secara gotong royong, terlihat dari prosesi adat istiadatnya sampai berdirinya rumah panggung tersebut bahkan dilakukan sebelum fajar terbit. Awal mula petuah adat melakukan ritual untuk keselamatan rumah baru. Sebelum semua tiang rumah didirikan, akan tetapi tetap berpegang teguh pada hakikat keagamaan. Hal ini terlihat dari pembacaan “Barasanji” berisi shalawat nabi besar Muhammad SAW. Bukan hanya itu, ada yang dinamakan “Posi Bola” sebagai pusar rumah tumpuan berdirinya. Selama berlansungnya ritual prosesi bangun rumah kayu tersebut, ada yang menarik dilakukan pemilik rumah tersebut. Sebelum semua tiang rumah berdiri pemilik rumah harus berada pada titik tengah rumah (Posi bola).
Kurang lebih 200 orang/masyarakat dusun Ceppaga terlihat mengikuti prosesi mappatettong bola tersebut. Semua terlihat saling membantu sehingga rumah panggung ini bisa berdiri kokoh selayaknya rumah panggung khas Bugis Barru. Dari sikap kegotong-royongan ini sangat kental terasa di tengah hiruk pikuk ibu-ibu yang juga secara bersama sibuk menyiapkan makanan. Semua terlihat satu yaitu Kebersamaan di tengah perkembangan zaman yang semakin berubah. Hal ini patut kita banggakan jika masyarakat kita masih tersimpan nilai-nilai kegotong-royongan yang kuat yang menghadirkan generasi yang faham akan arti kesatuan.
Selain itu ada juga yang dinamakan tradisi “Menre Bola” setelah rumah kayu ini jadi seutuhnya tradisi Menre Bola (naik rumah) juga sangat menarik bagi kalangan pencinta budaya kenapa tidak, hal tersebut juga dilakukan sebelum fajar tiba. Ritual tradisi Prosesi diawali tepat jam 5 subuh kedua pasangan suami istri beserta anaknya duduk bersila di ruang tamu bersama petuah adat. Sebelum menuju rumah baru mereka ada yang mesti diperhatikan yaitu seperangkat sajian berupa pattapi (ayaman dari rotan), gayung, sepotong kelapa, sayur nangka, saji, sendok sayur dan Gula merah. Bagian ini merupakan hal wajib ada dalam setiap proses tersebut.
Selanjutnya keluarga tersebut meninggalkan rumah lamanya ke tempat yang baru, sampai di rumah barunya istri dari keluarga tersebut menjatuhkan sajian tadi ke bawah rumah dengan gerakan kaki melalui tangga depan. Lalu memasuki rumah tepatnya di “Posi Bola” disebutnya sebagai pusar rumah baru yang ditempati. Ada 7 macam jenis makanan yang disajikan di dalamnya sesuai filosofi yang terkandung dalam kehidupan. Yang paling menarik pula pada 40 hari setelah tradisi ini, penghuni rumah baru tersebut tidak boleh menginap lagi ditempat sanak saudara maupun di rumah orang tuanya.
Source : barru.org
0Komentar