PustakawanBarru.com - Ajaran Islam masuk di daerah Barru pada abad ke-16 yang dibawa oleh Khatib/Ulama yang bernama Khatib Tunggal Datuk Makmur, atau populer di kalangan masyarakat Sul-Sel dengan nama Datuk Ribandang di Tanete Lalabata. Diterimanya Islam sebagai agama resmi kerajaan menjadikan syariat sebagai landasan kelima yaitu SARA’ akibatnya adalah dibuatkan jabatan struktural kerajaan yang baru yaitu QADHI, BILAL, KATTE’, DOJA sebagai perangkat syiar Islam kerakyat.
Mahkamah Serambi, Penegak Syariat Islam Masa Lampau Di Barru

Pada zaman Hindia Belanda, Pengadilan mulai dikenal oleh masyarakat Islam dengan nama Mahkamah Syari’ah. Tiap-tiap kerajaan mengangkat seorang Qadhi yang diserahi tugas memimpin sidang dan mempunyai wilayah yurisdiksi masing-masing, meliputi Kerajaan Tanete dengan wilayah yurisdiksi Tanete Rilau dan Tanete Riaja, Kerajaan Barru dengan wilayah yurisdiksi Barru, Kerajaan Balusu dengan wilayah yurisdiksi Kiru-kiru dan sebagian daerah Soppeng Riaja dan Kerajaan Nepo dengan wilayah yurisdiksi Nepo.

Kerajaan Tanete dengan Qadhi bernama La Waru Dg. Teppu (abad ke-16), Kerajaan Barru dengan Qadhi bernama H. Jamaluddin (abad ke-20), Kerajaan Balusu dan Kiru-kiru/Soppeng Riaja dengan Qadhi bernama Coa (Tahun 1920), dan Kerajaan Nepo dengan Qadhi bernama H. Taberang (1928).

Keempat Wilayah tersebut di atas masuk dalam Wilayah kabupaten Barru saat ini. Dengan demikian, wilayah yurisdiksi meliputi kerajaan dan tiap-tiap daerah kerajaan mempunyai seorang Qadhi dan dua orang Hakim anggota serta didampingi seorang sekretaris, mereka bersidang di serambi Mesjid sehingga Mahkamah Syari’ah di Barru sering dinamakan Mahkamah/ Pengadilan Serambi.

Keadaan tersebut di atas berlangsung sampai zaman pemerintahan Jepang yakni tahun 1942 yang menetapkan bahwa semua undang-undang dan peraturan yang berasal dari pemerintahan Hindia Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan kepentingan tentara Jepang. Namun, Syariat Islam Di Barru kini tinggallah cerita. (source)